Home

Search This Blog

Monday 19 December 2016

PRAMUSAJI YANG TANGGUH DAN RENDAH HATI



Sekelumit cerita dari PPG SM-3T berasrama angkatan 2 di Asrama UNY Wates.
(Liputan buletin pioneer pada tahun 2014, oleh Dhinar Nadi Dewii)

Mengantar, menyiapkan dan menyajikan makanan di asrama Wates untuk peserta PPG telah menjadi rutinitas bagi Santo (45), Wintolo (42), dan Bagus (21). Tiga lelaki itu bekerja pada cateringKU yang diketuai oleh Mbak Tri semenjak satu setengah tahun yang lalu, tepat dengan dimulainya kegiatan PPG SM-3T di LPTK UNY.

Santo, bapak dari dua orang anak ini sebelumnya bekerja serabutan. Beliau terbiasa bekerja serabutan sejak SMA, membantu di catering pamannya, menjadi sopir, bekerja di sawah, kerja keras, apapun, semua dijalaninya dengan senang hati. Pria yang terlihat ramah dan sederhana ini, lahir pada 6 Juni 1969. Saat ini, beliau beralamatkan di Desa Terbah RT 24 RW 9 Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo.
Wintolo, tak jauh berbeda dengan Santo, beliaupun terbiasa bekerja keras. Sebelum dibantukan menjadi pramusaji di asrama Wates, pria yang terlihat pendiam ini telah bekerja di Tawangsari sebagai tenaga pembuat bis beton. Wintolo beralamatkan di Desa Terbah RT 24 RW 9 Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo. Pria kelahiran tahun 1972 ini memiliki hobi menonton sepak bola. Jika siang tidak ada aktivitas menyajikan makanan, sering ia manfaatkan untuk kerja di sawah atau sekadar tiduran untuk melepas penat dan lelah.
 Bagus Suprapto, pria muda kelahiran 29 Mei 1993 ini akrab disapa “Mas Bagus” atau “Be-Ge”. Ia memiliki satu anak laki-laki. Bagus bergabung menjadi pramusaji di asrama Wates sejak pertengahan dilaksanakannya PPG angkatan 1. Sebelumnya, ia bekerja serabutan menjadi tukang bangunan. Pria yang terlihat pendiam dan “stay cool” ini ternyata memiliki selera humor. Ia beralamatkan di Desa Terbah, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo. Sebelum berkeluarga, ia memiliki hobi nge-band. Tetapi setelah berkeluarga, hobi itu terhenti dan perhatiannya dialihkan untuk keluarga.

Menghadapi Peserta PPG
Berbagai karakter peserta PPG yang unik dan berbeda antara satu dan lainnya memberikan kesan tersendiri bagi ketiga pramusaji. Misalnya, ketika ada beberapa peserta yang kurang sabar dalam menunggu makanan yang habis dihidangkan ataupun air mineral di galon yang belum segera digantikan. Santo menyarakan kepada peserta untuk tetap menunggu sebentar. Sebenarnya beliau memahami bahwa peserta PPG mungkin kelelahan sepulang dari kuliah atau mengejar waktu agar bisa segera sampai kampus, wajar apabila ada sebagian yang bersikap demikian. Namun, alangkah bijaknya jika ada pengertian dan saling memahami pula dari peserta PPG. Hal yang sama diutarakan oleh Bagus. Ia sudah terbiasa dengan sikap demikian. Ia lebih memilih sabar dan tetap melayani sebaik-baiknya. Bagus menambahkan bahwa perlu adanya saling pengertian, kesadaran dan introspeksi diri dari peserta.
Persiapan untuk penyediaan makanan membutuhkan waktu yang lama. Misalnya, untuk persiapan penyediaan sarapan.  Makanan diolah sejak jam 02.00 dini hari hingga diantarkan ke asrama PPG. Wintolo merasa sedih dan prihatin ketika melihat makanan yang sudah diambil peserta PPG, tetapi masih ada beberapa makanan yang tidak dihabiskan dan terbuang sia-sia. Dengan tegas, beliau menyatakan bahwa “Sebaiknya kalau tidak cocok dengan lauknya, ambil sedikit saja, dikira-kira porsinya untuk dihabiskan! Jangan sampai tidak habis, kemudian terbuang”. Menurut Wintolo, tidak baik membuang-buang makanan. Bagus juga setuju dengan apa yang dikatakan Wintolo. “Masih banyak orang-orang di luar sana yang masih kesusahan mendapatkan makanan. Perlu adanya kesadaran untuk tidak menyisakan makanan yang sudah diambil dan terbuang begitu saja”, kata Bagus.
Terkadang Bagus merasa kesal dan kecewa pada sikap peserta PPG yang mengambil jatah makanan/snack lebih dari satu. Padahal dari catering sudah menyiapkan sesuai dengan jumlah/porsi peserta PPG. Apabila ada peserta yang tidak mendapatkan bagiannya, lagi-lagi yang kena adalah pramusaji.
Antara PPG angkatan pertama dan kedua terdapat sedikit perbedaan. Jika angkatan kedua lebih aktif dan emosional, angkatan pertama lebih bisa memaklumi dan sabar. Menurut Santo, mungkin karena angkatan kedua lebih muda-muda dibandingkan angkatan pertama, sehingga wajar jika terbawa semangat jiwa mudanya. Namun, sejauh ini tidak ada masalah yang berarti dan masih bisa diatasi.
Kesabaran, kesadaran diri, saling memahami dan pengertian adalah beberapa hal yang perlu diterapkan agar segala sesuatunya lancar. Hal itu pula yang selama ini dilakukan ketiga pramusaji dalam menyiapkan dan menyajikan makanan di asrama Wates.

Motivasi Kehidupan
Ketiga pramusaji sudah terbiasa bekerja keras sejak muda. Bagi Santo dan Wintolo, sekeras apapun hidup, sesulit halangan yang ada, harus tetap dijalani dan dinikmati. Hidup yang keras perlu ada usaha dan pengorbanan.
Hidup tidak selamanya mulus dan sesuai yang diharapkan. Semua orang pernah mengalami putus asa atau kekecewaan. Bagi Bagus, yang terbaik saat ini adalah masa depan anaknya. “Anak saya jangan sampai seperti saya. Bagaimanapun caranya harus sabar dan berusaha” ungkapnya.

Harapan untuk UNY dalam Rangka 50 tahun Emas
Sebagai pramusaji yang melayani peserta PPG di asrama Wates, secara tidak lagsung mereka sudah menjadi bagian dari UNY. Seiring dengan usia emas UNY yang ke 50, mereka berharap UNY semakin berjaya dan meningkatkan kualitas kerja, semoga semakin sukses, lebih baik dan yang terpenting jangan lupa dengan masyarakat.

No comments:

Post a Comment