Sekelumit cerita dari PPG SM-3T berasrama angkatan 2 di Asrama UNY Wates.
(Liputan buletin pioneer pada tahun 2014, oleh Dhinar Dewi Istini)
Mengantar, menyiapkan
dan menyajikan makanan di asrama Wates untuk peserta PPG telah menjadi
rutinitas bagi Santo (45), Wintolo (42), dan Bagus (21). Tiga lelaki itu
bekerja pada cateringKU yang diketuai
oleh Mbak Tri semenjak satu setengah tahun yang lalu, tepat dengan dimulainya
kegiatan PPG SM-3T di LPTK UNY.
Santo,
bapak dari dua orang anak ini sebelumnya bekerja serabutan. Beliau terbiasa
bekerja serabutan sejak SMA, membantu di catering
pamannya, menjadi sopir, bekerja di sawah, kerja keras, apapun, semua
dijalaninya dengan senang hati. Pria yang terlihat ramah dan sederhana ini,
lahir pada 6 Juni 1969. Saat ini, beliau beralamatkan di Desa Terbah RT 24 RW 9
Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo.
Wintolo,
tak jauh berbeda dengan Santo, beliaupun terbiasa bekerja keras. Sebelum
dibantukan menjadi pramusaji di asrama Wates, pria yang terlihat pendiam ini
telah bekerja di Tawangsari sebagai tenaga pembuat bis beton. Wintolo
beralamatkan di Desa Terbah RT 24 RW 9 Kecamatan Pengasih, Kabupaten
Kulonprogo. Pria kelahiran tahun 1972 ini memiliki hobi menonton sepak bola.
Jika siang tidak ada aktivitas menyajikan makanan, sering ia manfaatkan untuk
kerja di sawah atau sekadar tiduran untuk melepas penat dan lelah.
Bagus Suprapto, pria muda kelahiran 29 Mei 1993 ini akrab disapa “Mas Bagus” atau “Be-Ge”. Ia memiliki satu anak laki-laki. Bagus bergabung menjadi pramusaji di asrama Wates sejak pertengahan dilaksanakannya PPG angkatan 1. Sebelumnya, ia bekerja serabutan menjadi tukang bangunan. Pria yang terlihat pendiam dan “stay cool” ini ternyata memiliki selera humor. Ia beralamatkan di Desa Terbah, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo. Sebelum berkeluarga, ia memiliki hobi nge-band. Tetapi setelah berkeluarga, hobi itu terhenti dan perhatiannya dialihkan untuk keluarga.
Bagus Suprapto, pria muda kelahiran 29 Mei 1993 ini akrab disapa “Mas Bagus” atau “Be-Ge”. Ia memiliki satu anak laki-laki. Bagus bergabung menjadi pramusaji di asrama Wates sejak pertengahan dilaksanakannya PPG angkatan 1. Sebelumnya, ia bekerja serabutan menjadi tukang bangunan. Pria yang terlihat pendiam dan “stay cool” ini ternyata memiliki selera humor. Ia beralamatkan di Desa Terbah, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo. Sebelum berkeluarga, ia memiliki hobi nge-band. Tetapi setelah berkeluarga, hobi itu terhenti dan perhatiannya dialihkan untuk keluarga.
Menghadapi
Peserta PPG
Berbagai karakter
peserta PPG yang unik dan berbeda antara satu dan lainnya memberikan kesan
tersendiri bagi ketiga pramusaji. Misalnya, ketika ada beberapa peserta yang
kurang sabar dalam menunggu makanan yang habis dihidangkan ataupun air mineral
di galon yang belum segera digantikan. Santo menyarankan kepada peserta untuk tetap
menunggu sebentar. Sebenarnya beliau memahami bahwa peserta PPG mungkin
kelelahan sepulang dari kuliah atau mengejar waktu agar bisa segera sampai
kampus, wajar apabila ada sebagian yang bersikap demikian. Namun, alangkah
bijaknya jika ada pengertian dan saling memahami pula dari peserta PPG. Hal
yang sama diutarakan oleh Bagus. Ia sudah terbiasa dengan sikap demikian. Ia
lebih memilih sabar dan tetap melayani sebaik-baiknya. Bagus menambahkan bahwa
perlu adanya saling pengertian, kesadaran dan introspeksi diri dari peserta.
Persiapan untuk
penyediaan makanan membutuhkan waktu yang lama. Misalnya, untuk persiapan
penyediaan sarapan. Makanan diolah sejak
jam 02.00 dini hari hingga diantarkan ke asrama PPG. Wintolo merasa sedih dan
prihatin ketika melihat makanan yang sudah diambil peserta PPG, tetapi masih
ada beberapa makanan yang tidak dihabiskan dan terbuang sia-sia. Dengan tegas,
beliau menyatakan bahwa “Sebaiknya kalau tidak cocok dengan lauknya, ambil
sedikit saja, dikira-kira porsinya untuk dihabiskan! Jangan sampai tidak habis,
kemudian terbuang”. Menurut Wintolo, tidak baik membuang-buang makanan. Bagus
juga setuju dengan apa yang dikatakan Wintolo. “Masih banyak orang-orang di
luar sana yang masih kesusahan mendapatkan makanan. Perlu adanya kesadaran untuk
tidak menyisakan makanan yang sudah diambil dan terbuang begitu saja”, kata
Bagus.
Terkadang Bagus merasa
kesal dan kecewa pada sikap peserta PPG yang mengambil jatah makanan/snack lebih dari satu. Padahal dari catering sudah menyiapkan sesuai dengan
jumlah/porsi peserta PPG. Apabila ada peserta yang tidak mendapatkan bagiannya,
lagi-lagi yang kena adalah pramusaji.
Antara PPG angkatan
pertama dan kedua terdapat sedikit perbedaan. Jika angkatan kedua lebih aktif
dan emosional, angkatan pertama lebih bisa memaklumi dan sabar. Menurut Santo,
mungkin karena angkatan kedua lebih muda-muda dibandingkan angkatan pertama,
sehingga wajar jika terbawa semangat jiwa mudanya. Namun, sejauh ini tidak ada
masalah yang berarti dan masih bisa diatasi.
Kesabaran, kesadaran
diri, saling memahami dan pengertian adalah beberapa hal yang perlu diterapkan agar
segala sesuatunya lancar. Hal itu pula yang selama ini dilakukan ketiga
pramusaji dalam menyiapkan dan menyajikan makanan di asrama Wates.
Motivasi
Kehidupan
Ketiga pramusaji sudah
terbiasa bekerja keras sejak muda. Bagi Santo dan Wintolo, sekeras apapun
hidup, sesulit halangan yang ada, harus tetap dijalani dan dinikmati. Hidup
yang keras perlu ada usaha dan pengorbanan.
Hidup tidak selamanya
mulus dan sesuai yang diharapkan. Semua orang pernah mengalami putus asa atau
kekecewaan. Bagi Bagus, yang terbaik saat ini adalah masa depan anaknya. “Anak
saya jangan sampai seperti saya. Bagaimanapun caranya harus sabar dan berusaha”
ungkapnya.
Harapan
untuk UNY dalam Rangka 50 tahun Emas
Sebagai pramusaji yang
melayani peserta PPG di asrama Wates, secara tidak lagsung mereka sudah menjadi
bagian dari UNY. Seiring dengan usia emas UNY yang ke 50, mereka berharap UNY
semakin berjaya dan meningkatkan kualitas kerja, semoga semakin sukses, lebih
baik dan yang terpenting jangan lupa dengan masyarakat.
No comments:
Post a Comment