Home

Search This Blog

Sunday, 12 February 2017

MEMBANGUN SUASANA KELAS YANG MENYENANGKAN



“MEMBANGUN SUASANA KELAS YANG MENYENANGKAN”
Pembicara: Muhammad Nuruddin, S.Pd.I, M.Pd.I
Sebuah rangkuman dari pelatihan untuk pembelajaran
oleh Dhinar Dewi Istini, S.Pd, Gr.

Pola pikir yang dibangun oleh seorang guru akan memengaruhi pola tindak yang akan dilakukan guru untuk murid-muridnya. Guru ibarat artis yang berada di tengah-tengah anak didiknya.
Begitu kurang lebih kalimat-kalimat yang dilontarkan pak Muhammad Nuruddin selama memberikan pelatihan ice breaking untuk guru-guru MI Muhammadiyah Program Khusus Kartasura hari Sabtu, 11 Februari 2017. Beliau menambahkan, syarat utama guru adalah kesabaran. Kemudian beliau menceritakan awal mula pengalamannya dalam mengajar. Dimulai menjadi guru TK, pak Nuruddin menyelami dunia pendidikan. Hal itu bertolak belakang dengan idealismenya yang semasa kuliah saja selalu eksis dalam tiap orasi dan diskusi-diskusi, tetapi justru dibenturkan dengan dunia anak-anak usia dini. Namun justru dari sanalah beliau belajar, bahwa syarat menjadi guru adalah kesabaran. Kini beliau menjadi tenaga pendidik di SD Al-Firdaus Surakarta.
Mengawali pelatihan pagi itu, pak Nuruddin menyampaikan tiga hal sukses dalam mengikuti pelatihan. Tiga hal tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Semangat
Seketika beliau menginstruksikan guru-guru untuk mengikuti aba-aba yang diberikan. Semangat penting guna membangun mental yang kuat. Kemudian satu per satu diminta untuk mengenalkan nama dan menyebutkan motto hidupnya. Secara tidak sengaja, hal itu telah menyugesti peserta untuk siap mengikuti pelatihan.
2. Fokus
3. Ceria

Menurut pak Nuruddin, guru harus memiliki pola pikir yang matang. Tanpa pola pikir, maka akan berdampak negatif pada pola tindak guru. Pola pikir yang harus dimiliki guru menurut pak Nuruddin ada lima hal.
1. Berpikir progresif
Berpikir progresif artinya guru harus memiliki pola pikir ke depan, menjadi visoner di antara murid-muridnya. Ada capaian dari kegiatan yang dilakukan.
2. Berpikir kreatif
Guru yang kreatif akan menciptakan hal yang biasa menjadi luar biasa. Ia akan menjadi idola yang selalu dinantikan kehadirannya atau hanya cukup menjadi guru yang berangkat ke sekolah sekadar bertemu murid di kelas lalu kembali pulang bergegas. Guru bukan sekadar menuntaskan tugas, mengajar lalu selesai. Namun betul-betul menyiapkan kegiatan sekreatif mungkin. Kegiatan belajar mengajar tidak harus melulu di kelas atau murid duduk diam mendengarkan guru. Guru yang kreatif akan menciptakan suasana belajar yang asyik dan kreatif sehingga menarik minat murid, misalnya kegiatan belajar mengajar dibuat seperti kuis atau permainan, materi pelajaran dibuat sekreatif mungkin menjadi lagu, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kehadiran guru akan selalu dinantikan anak didiknya.
3. Berpikir positif
Guru harus berpikir positif kepada semua murid. Kemampuan dan kecerdasan masing-masing murid berbeda. Terkadang satu murid kurang mampu di bagian A, tetapi ia mahir di bagian B. Dengan berpikiran positif, guru akan memiliki keterbukaan dan penerimaan yang luas terhadap siswa.
4. Berpikir sugestif
Bukan hanya berpikir positif, tetapi guru juga harus berpikir sugestif, yaitu berpikir bagaimana memberikan solusi kepada murid-murid. Ada murid yang cara menulisnya belum rapi, ada yang perlu proses lebih lama dari teman-temannya ketika belajar matematika, ada yang kurang percaya diri, maka guru harus memberikan solusi. Misalnya memberikan tambahan pelajaran sekalipun tanpa dibayar. Karena kendala siswa juga menjadi amanah guru.
5. Berpikir out of the box
Keluar dari kebiasaan, artinya guru mengupayakan kegiatan belajar mengajar bersama murid, tidak hanya menuangkan materi pelajaran untuk murid tetapi ada proses yang dilakukan murid untuk paham dan mengerti. Misalnya guru memberi kesempatan murid untuk berproses dan bereksplorasi di luar kelas.

Apabila guru telah memiliki pola pikir yang baik, maka pola tindak guru juga harus mencerminkan pola pikir yang telah dibangun. Menurut pak Nuruddin, pola tindak guru ada empat hal.
1. Saling ta’aruf
Mengenal, guru mengenal betul karakter murid, termasuk siapa orang tuanya, keluarganya, bahkan pekerjaan orang tuanya. Dengan mengenali murid secara utuh, maka kesalahpahaman yang mungkin terjadi dapat diminimalkan.
2. Saling tafahum
Memahami, guru memahami murid. Sama halnya dengan berpikir positif, bahwa kemampuan semua murid tidaklah sama.
3. Saling ta’awun
Tolong menolong, guru menjadi teladan murid dapat mencontohkan sikap tolong menolong.
4. Saling takaful
Menjamin, guru menjamin kenyamanan murid dalam belajar, guru menjamin murid tidak merasa terintimidasi atau tertindas ketika sedang belajar.

Pak Nuruddin juga membagi ilmu tentang langkah sukses seorang guru dalam mengemban amanahnya, antara lain sebagai berikut.
1. Mission statement
Guru mempunyai ikrar atau janji sesuai dengan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pagi hari guru akan mengajar di kelas 2. Maka pagi hari itu pula sebelum memulai pelajaran, guru telah berikrar pada dirinya sendiri untuk semangat dan membangkitkan minat belajar anak dengan menyenangkan. Mission statement memberikan impuls positif pada guru untuk mencapai sesuatu.
2. Character building
Guru membangun karakter seorang guru pada dirinya. Tidak mudah memang, namun hal tersebut harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi kebiasaan yang baik bagi seorang guru. Guru harus menginspirasi.
3. Self controlling
Guru mengontrol dirinya, melakukan evaluasi atau introspeksi. Hari ini saya menyakiti perasaan murid saya tidak ya? Hari ini cara mengajar saya sudah tepat belum ya? Hari ini apa ya yang harus saya lakukan untuk ke depan?
4. Strategic Collaboration
Jangan menyendiri atau menutup diri. Guru perlu berkolaborasi dengan rekan-rekan pendidik yang lain untuk bertukar ide mengenai strategi pembelajaran.
5. Total Action
Totalitas, guru sepenuhnya melakukan amanah dan tanggung jawabnya secara total dan ikhlas.

Upaya membangun suasana kelas yang menyenangkan dapat dilakukan dengan optimal melalui pengelolaan kelas yang baik. Ada enam prinsip dalam pengelolaan kelas menurut pak Nuruddin.
1. Kehangatan dan keantusiasan
2. Tantangan, murid perlu diberikan tantangan yang dikemas melalui game.
3. Bervariasi, metode bervariasi dalam mengajar.
4. Keluwesan, teach and touch: guru memberikan pembelajaran kepada murid dan menyentuh siswa, seperti mengusap kepala, menepuk pundak agar murid juga memiliki kepekaan dan kedekatan dengan guru.
5. Penekanan pada hal-hal yang positif, murid perlu dipahamkan beda antara galak dan tegas. Terkadang guru yang tegas atau bijak dipahami kurang tepat oleh murid sehingga murid berpikir guru itu galak, akibatnya murid takut untuk mengikuti pelajaran.
6. Penanaman disiplin diri, guru membuat kontrak belajar dengan murid tentang kedisiplinan di awal waktu sebelum kegiatan belajar mengajar.

Sebelum melanjutkan contoh-contoh ice breaking, pak Nuruddin memberikan kuis tantangan kepada peserta pelatihan berupa penjumlahan dan pengurangan. Sepele tampaknya, ternyata setelah dikerjakan 5 menit, 10 menit hanya ada satu guru yang dapat menyelesaikannya. Ternyata pak Nuruddin menunjukkan kepada peserta bahwa kuis yang diberikan merupakan contoh tantangan yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedua, beliau ingin menunjukkan bahwa guru harus berpikir out of the box.
Setelah selesai dengan satu tantangan, pak Nuruddin memaparkan contoh-contoh ice breaking. Ice breaking wajib ada dalam suatu pembelajaran agar tidak terjadi ketegangan suasana antara guru dengan murid. Ice breaking bertujuan sebagai penyegaran suasana. Beberapa contoh yang dipaparkan pak Nuruddin yaitu:
1.   Strip seven, mengganti pengucapan angka 7 dengan tepuk.
2.   Say bush, menyepakati kelipatan suatu angka, 5 misalnya; kemudian setiap kelipatan angka tersebut peserta yang bersangkutan mengucapkan “bush”.
3.   Opposide, kebalikan.
4.   Angin berhembus
5.   Pindah tempat
6.   Saya minta
7.   Gerakan hujan, peserta berpasangan dan mempraktikkan gerakan hujan gerimis atau badai menggunakan pijatan ke peserta yang lain.
8.   Sebutkan nama-nama
9.   Pemburu, tupai, dan kebakaran
10. Komunikasi tanpa suara (tebak gaya atau pantomim)
11. Gajah-kuda (gajah: peserta duduk, kuda: peserta berdiri)
12. Gajah-semut (gajah: kecil, semut: besar)
13. Ayam bebek
14. Lempar bola (ketika bola dilempar, peserta tepuk tangan)
15. Tebak ciri-ciri benda
16. Cerita berantai, tiap peserta mengucapkan satu kata dan disambung oleh peserta lain sehingga membentuk suatu cerita yang berkaitan. Kewajiban peserta yaitu menghapal kata-kata yang telah diucapkan masing-masing peserta atau diakhiri dengan menyimpulkan cerita.
17. Around the world, menyebutkan nama-nama negara diawali dengan huruf yang telah ditentukan.
18. Pesan berantai, misalnya: “kek..kek.. kok kuku kaki kakek kok kaku-kaku tho kek...

Pembelajaran tanpa praktik rasa-rasanya belum lengkap, maka pak Nuruddin pun mengajak peserta keluar ruangan untuk mempraktikkan beberapa ice breaking yang telah dijelaskan, di antaranya say bush, cerita berantai, strip seven, pindah tempat, opposide dan gerak hujan serta dikenakan punishment bagi peserta yang belum tepat sesuai yang diinstruksikan. Punishment yang diberikan seperti meniup balon paling besar, bermain pantun, memeragakan ayam bebek, mengucapkan pesan berantai, dll. Selama ice breaking peserta dilatih untuk berkonsentrasi namun dengan suasana yang menyenangkan. Jika guru saja yang menjadi peserta pelatihan merasa demikian, maka hal serupa tidak jauh berbeda hasilnya jika ice breaking dilaksanakan di tengah-tengah murid, yang notabene dunia mereka ialah dunia bermain. Ice breaking di lapangan diakhiri dengan pembuatan yel-yel oleh peserta yang telah berkelompok.
Akhirnya, pelatihan guru belajar dengan tema membangun suasana kelas yang menyenagkan ditutup oleh pak Nuruddin dengan beberapa pesan. Dalam membangun brand suatu sekolah, maka pembelajaran yang diterapkan di dalamnya hendaklah memiliki daya magnet dari masyarakat, setiap kelas menghasilkan produk karya seperti menyusun buku, dokumentasi video, dan sebagainya. Selain itu perlu adanya tim kreatif sehingga kreativitas tetap terjaga. Bahkan bukan hanya murid saja yang diajarkan untuk berani tampil di depan publik, tetapi guru juga perlu diapresiasi bakatnya untuk bisa ditampilkan di depan publik. Misalnya diadakan drama komedi, pembacaan puisi, karaoke, dll.
 Permainan merupakan miniatur kehidupan. Dari suatu game atau permainan dapat diketahui karakter seseorang, apakah orang tersebut jujur ataukah bermain curang, bekerja sama berempati ataukah egois, terus berjuang ataukah mudah menyerah. Disanalah seorang pendidik dapat mengenali karakter muridnya dan memikirkan upaya apa yang harus dilakukan.

Pada akhirnya, hidup harus tetap semangat untuk berbagi; education share and solution. (Kartasura, 12 Februari 2017)

Monday, 19 December 2016

EKSPERIMEN: FAKTA BELAJAR YANG TAK TERLUPAKAN



Sebuah tulisan untuk "MAJALAH CERIA" MIM PK Kartasura
oleh Dhinar Dewi Istini
(Wali kelas IIB MIM PK Kartasura)

“What I hear, I forget.
What I see, I remember.
What I do, I understand.” (Mel Silberman)

Riuh suara anak-anak dari balik pintu kelas II terdengar. Beberapa waktu berselang, terdengar pula suara letusan balon dari dalam kelas. Kembali anak-anak kegirangan. Ternyata di kelas II sedang diadakan kegiatan eksperimen/percobaan tentang balon dengan kulit jeruk.

(Siswa kelas II B sedang melakukan eksperimen balon dengan kulit jeruk)

MI Muhammadiyah Program Khusus Kartasura, sebagai penyelenggara pendidikan sekolah dasar memiliki beberapa program. Salah satunya diadakan eksperimen di kelas bawah (kelas I dan kelas II). Ustadz Luqman, selaku wakil kepala madrasah bagian kurikulum memaparkan bahwa eksperimen penting dilakukan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, terutama pada bidang sains.
Eksperimen atau percobaan sains khusus menjadi jadwal pelajaran wajib di kelas bawah sejak tahun ajaran 2013/2014. Hal tersebut dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Jadwal pelajaran di kelas bawah belum terlalu padat, sedangkan bagi siswa kelas atas (kelas III – IV), eksperimen dapat disertakan ketika pelajaran berlangsung. Selain itu, eksperimen yang dijadwalkan di kelas bawah bertujuan untuk pengenalan pada siswa bahwa ilmu sains dapat dipelajari melalui eksperimen atau percobaan dengan cara yang seru dan menyenagkan.

Eksperimen sebagai Bentuk Kreativitas
Eksperimen merupakan kegiatan yang baru bagi siswa, khususnya bagi siswa kelas I yang baru saja beradaptasi dari pendidikan taman kanak-kanak (TK). “Kegiatan eksperimen mungkin hal baru dan unik, sehingga menjadi sesuatu yang sangat dinantikan oleh anak-anak,” ungkap Ustadzah Winda selaku tim teaching kelas I B.
Praktiknya, eksperimen yang dilaksanakan di kelas bawah dengan sejumlah 30-an siswa selama 15 menit menuntut guru untuk kreatif dalam mengondisikan kelas. Sebagai contoh, ada beberapa siswa yang takut untuk mencoba melakukan eksperimen sehingga guru perlu melakukan pendekatan dengan cara yang kreatif. Adapun ketika eksperimen dibuat per kelompok, siswa justru berebut ingin mencoba.
Melalui eksperimen, guru juga harus kreatif dalam menetukan tema eksperimen sederhana yang akan dilaksanakan setiap minggunya sesuai dengan kemampuan siswa. Bukan sekadar melaksanakan kegiatan eksperimen namun juga harus memerhatikan materi sains yang akan dicapai. Dalam kurun waktu tengah semester gasal tahun ajaran 2016/2017, di kelas I sudah dilaksanakan beberapa kegiatan eksperimen seperti cara kerja cairan pemutih pakaian, balon ajaib yang diisi air dan tidak meletus ketika dibakar di atas api, balon memuai dengan ditambahkan baking powder, dan lain-lain.
Kegiatan eksperimen yang telah dilaksanakan di kelas II antara lain tentang larutan, kapilaritas pada tanaman, pembiasan, pemuaian gas, balon yang pecah oleh perasan kulit jeruk, dan lain sebagainya.
Selain guru, siswa juga dilatih kreatif dalam melaksanakan kegiatan eksperimen. Artinya, siswa dilatih kreatif untuk mengolah informasi dan instruksi dari guru, terampil menggunakan alat dan bahan eksperimen, serta aktif dan kreatif untuk melakukan apa yang harus dilakukan ketika proses pengamatan sehingga dapat menemukan sebuah kesimpulan.

Pengalaman Belajar melalui Proses yang Tak Terlupakan dan Menumbuhkan Nilai-Nilai Karakter
Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya mengerti/memahami. Pengalaman belajar yang dialami langsung oleh siswa akan melekat dan terekam di dalam memori ingatan siswa. Proses belajar dengan melibatkan siswa untuk melakukan pengamatan, mengumpulkan data-data dan menyimpulkan hasil melalui fakta yang ada merupakan proses kreatif belajar yang berarti dan tak terlupakan bagi siswa.
Eksperimen di MI Muhammadiyah Program Khusus Kartasura ditujukan untuk mengenalkan siswa mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan menarik minat siswa agar mau belajar, menikmati proses belajar tanpa menyadari bahwa sesungguhnya mereka sedang belajar. Tujuan tersebut sejalan dengan pelaksanaan eksperimen yang telah dilakukan. Siswa sangat antusias dan termotivasi untuk melakukan percobaan. Jam kegiatan eksperimen menjadi waktu yang dinanti siswa. Bahkan di beberapa kelas, tidak diperbolehkan mengikuti eksperimen menjadi punishment yang dihindari siswa.
Siswa tidak mengenal kata gagal. Apabila hasil eksperimen yang dilakukan mengalami kegagalan, siswa akan mencobanya kembali di rumah tanpa diperintah oleh guru. Seperti yang dilakukan oleh salah satu siswa kelas II A, Erlin. “Sepulang sekolah aku mencoba lagi eksperimen di rumah.” Ungkapnya ketika ditemui seusai jam makan siang. Bahkan Erlin masih mengingat eksperimen-eksperimen yang pernah ia lakukan di sekolah bersama teman-temannya.
Ketika pulang ke rumah, beberapa siswa akan bercerita kepada orang tua tentang percobaan yang telah dilakukan. Ada kalanya eksperimen yang dilakukan siswa di sekolah juga menjadi hal baru bagi wali murid sehingga menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki. Dengan alat dan bahan sederhana, bukan menjadi kendala bagi siswa dan wali murid untuk melakukan eksperimen kembali di rumah.
Hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Beberapa pertanyaan siswa bermunculan tanpa diminta untuk bertanya, “Mengapa bisa begitu? Mengapa demikian?” Ketika dikembalikan kepada siswa, maka muncul beberapa jawaban berdasarkan sumber belajar yang telah diamati. Guru mengarahkan siswa untuk menggeneralisasikan konsep dari fakta yang dialami siswa. Secara tidak langsung, siswa telah mengamati suatu hal, menemukan hasil percobaan, dan membuat kesimpulan.
Melalui eksperimen, siswa dikondisikan untuk percaya pada kebenaran secara jujur, objektif dan realistik. Pelaksanaan eksperimen memerlukan ketelitian dan sikap ilmiah siswa. Hal tersebut penting untuk menyiapkan siswa menuju tingkat pendidikan selanjutnya. (Dhinar)